07 April 2009

Investigasi TPU di Karet Bivak, Jakarta

Ketua Yayasan Bakti Budi Luhur yang juga Pimpinan peran serta masyarakat di TPU Karet , Bpk.Abdurahman Mujakir mengungkapkan, biaya yang tertulis untuk pemakaman kelas AA1 memang Rp 100.000,- tetapi pada pelaksanaannya bisa mencapai jutaan rupiah. Pada TPU eksis yang berada di Jakarta, untuk blok petak makam baru, biaya yang berlaku tertulis berkisar dari tidak membayar hingga Rp 100.000,-. Pada kenyataannya biaya yang harus dikeluarkan pihak keluarga pada saat salah seorang keluarganya wafat sangatlah besar. Belum lagi ditambah biaya menyewa tenda, kursi, dll. Bpk.Mujikir juga mengatakan bahwa kegiatan pemakaman yang terjadi di kebanyakan TPU memang ada yang mengatur. Mandor dari atas yang memberikan perintah untuk menaikan harga sedemikian rupa sehingga harga yang tadinya hanya Rp 100 ribu menjadi Rp 3 juta dengan rincian Rp 600 ribu untuk tanah, Rp 600 ribu untuk penyewaan tenda,kursi dll Rp 400 ribu untuk biaya penggalian tanah, dan sisanya diberikan kepada kantor (?). KPP atau peran serta masyarakat disini yang berperan sebagai penggali dan pemelihara memang diharuskan untuk menuruti apa yang diperintahkan oleh mandornya. Ia juga mengungkap bahwa banyak juga para ahli waris yang tidak terima dengan banyaknya denda yang dikenakan kepada pihak keluarga jika telat membayar biaya pemeliharaan kubur. Jika seharusnya mereka membayar Rp 150 ribu karena telat mereka jadi harus membayar Rp 600 ribu. Bagi Bpk Mujikir, apa yang terjadi di lokasi pemakaman sangatlah berbeda dengan apa yang tertulis. “Disini banyak koruptornya” ungkapnya. Dilain pihak, Bpk Sugiharto yang adalah Ketua pelaksana pemakaman yang bekerja di kantor TPU Karet Jakarta Pusat ini mengungkapkan hal yang berbeda, Ia mengatakan, prosedur di TPU – TPU Jakarta sangat jelas dan merinci. Ia juga menjelaskan bahwa di TPU Karet ini selain PNS (Pegawai Negeri Sipil) ada juga peran masyarakat yang membantu berjalannya kegiatan pemakaman disini. “Mereka kadang tidak menjalankan prosedur yang benar, kadang suka melebihkan biaya galian untuk hidup” jelasnya. Mengenai fasilitas yang ada, Bpk Sugiharto menjelaskan bahwa tidak ada fasilitas – fasilitas yang berlebihan di TPU ini, semua sama. Hanya saja terdapat kelas yang berbada tiap lokasinya. Untuk warga yang mampu maka ada kelas AA1 yang bertempat di depan dan berharga Rp 100 ribu, sedangkan untuk warga yang kurang mampu juga disediakan kelas A3 yang gratis dan berada di lokasi paling belakang dari pemakaman. Sama halnya dengan biaya pemeliharaan dan perpanjangan. Biarpun telah diatur dalam Perda No 2 thn 1992, tetapi dalam pelaksanaannya biaya yang harus dikeluarkan pihak ahli waris memang tidak sesuai. “Ya kalau untuk pemeliharan seikhlasnya saja, bagaimana silahturahminya saja,” ucap Bpk Sugiharto ketika ditanya mengenai jumlah biaya pemeliharaan. Makam tumpang

Bpk.Sugiharto menjelaskan bahwa TPU yang berada di Jakarta ini kebanyakan adalah TPU eksis yang adalah TPU yang sudah sangat lama berdiri dan sudah sangat penuh lahannya. Tetapi memang ada juga yang masih mampunyai lahan yang luas. Untuk itu, TPU – TPU yang memang sudah penuh dan tidak mempunyai lahan lagi diberikan kewenangan untuk membongkar makam yang sudah lama ada dengan berbagai syarat dan ketentuan. Pada kenyataannya banyak pihak ahli waris yang komplain karena harus membayar lebih besar dari yang tertulis dengan alasan denda yang tidak jelas perhitungannya dan makam mereka juga seenaknya di bongkar.

Nurlaila (36) adalah salah seorang ahli waris. Ia sering berurusan dengan kantor pemakaman TPU Karet untuk membayar biaya tahunan, perpanjangan dan juga sekedar berziarah dan memberikan uang santunan pada masyarakat yang bekerja dilokasi. Nurlaila mengatakan bahwa benar adanya permainan di kalangan PNS yang bekerja di kantor. Ia pernah diminta untuk membayar denda karena hanya terlambat 1 bulan sebesar Rp 300 ribu. Jumlah itu sangat tidak sebanding dengan biaya yang seharusnya di bayar yang hanya berkisar Rp 150 ribu saja. Untuk hal ini ia sangat menyesalkannya. “Untuk orang yang sudah meninggal kok masih di korupsi” ucapnya. Ia juga mempunyai pengalaman dimana makan kedua orang tuanya nyaris dibongkar oleh petugas. Alasan yang tidak jelas membuatnya naik pitam dan hendak melaporkannya kepada pihak kepolisian. “Saya selalu membayar biaya perpanjangan tepat waktu dan juga biaya pemeliharaan tetapi karena sekali saja terlambat , makam kedua orangtua saya hendak dibongkar tanpa ijin,” ungkapnya dengan berapi-api.
Mengenai makam tumpang ini Bpk.Sugiharto menjelaskan bahwa hal ini diatur juga dalam Perda no 2 thn 1992. Didalamnya tertulis jika makam sudah lewat 3 tahun maka diijinkan untuk dibongkar, tetapi bisa diperpanjang yaitu jika sudah 3 tahun 3 bulan lewat 1 hari. Untuk pemakaman tumpang dapat dilakukan untuk sesama keluarga ataupun untuk orang lain jika pihak keluarga sebelumnya bersedia.Tetapi jika pihak keluarga sebelumnya tidak membayar perpanjangan makam sampai 3 periode yaitu 9 thn maka dengan sangat menyesal ahli waris tidak boleh menyalahkan jika makam keluarganya dibongkar. Selain itu untuk pihak keluarga yang baru ingin memakamkan salah seorang keluarganya juga harus membayar biaya sebesar 25 persen. Pemda sendiri sebenarnya juga sudah mempunyai ketetapan untuk memperbolehkan makam tumpang untuk sesama keluarga, tetapi kejadian di lokasi berbeda dengan apa yang ditentukan. Karena lahan yang ada sudah tidak cukup lagi maka segala cara pun dilakukan untuk mendapat keuntungan, bahkan tidak jarang terdapat makam gendong, yaitu makam yang berada diantara 2 makam yang telah lama ada. Pada TPU Karet sendiri umumnya sudah membuat 2 kali galian pada tanah makam. Upah galian untuk para pekerja Rp 200 ribu. Dari berbagai hal ini, para ahli waris dan pihak keluargapun menjadi resah. Pihak keluarga yang hendak menguburkan salah seorang anggota keluarganyapun menjadi susah untuk menjalani prosedur yang ada.

Entah apa yang terjadi di Jakarta pada 20 tahun mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar