07 April 2009

Seluk beluk suku Tionghoa di Indonesia

Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis yang sudah menjadi bagian Negara Indonesia. Bahkan, jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Mulai dari saat terbentuknya Republik Indonesia yang berhaluan Demokrasi Pancasila, maka sejatinya orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Hal tersebut terjadi dimulai dari tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiongkok untuk terbebas dari kekuasaan dinasty dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Tokoh penggeraknya adalah Dr. Sun Yat-sen, yang merupakan Bapak Revolusi Tiongkok dengan mendirikan Republik China pada tahun 1911.

Pembicaraan mengenai Tionghoa di Indonesia biasanya meliputi orang-orang Tionghoa dalam politik, sosial dan budaya di Indonesia. Aspek Kehidupan yang paling signifikan adalah bisnis perdagangan yang mereka geluti. Sebagian besar masyarakat Tionghoa di Indonesia memang bergerak dalam bidang perdagangan. Bahkan, monopoli perdagangan di Indonesia bahkan dunia sudah dipegang oleh perusahaan Tionghoa. Di Indonesia sebut saja, jaringan Bisnis terkuat didominasi oleh PT SAMPOERNA, PT DJARUM, PT ARTHA GRAHA yang notabene kepemilikannya dipegang oleh orang-orang keturunan Tionghoa.

Saat ini kebudayaan Tionghoa merupakan salah satu pembentuk dan bagian integral yang tak terpisahkan dari kebudayaan nasional Indonesia sekarang ini. Kebudayaan Tionghoa di Indonesia walau berakar dari budaya leluhur, namun telah sangat bersifat lokal dan mengalami proses asimilasi dengan kebudayaan lokal lainnya. Akibat tekanan rezim Orde Baru, banyak dari antara orang Tionghoa telah menanggalkan nama aslinya dan menggunakan nama-nama lokal, meskipun secara diam-diam masih memakainya untuk kegiatan di kalangan mereka.

Salah satu warga keturunan Tioghoa yang berhasil kami wawancarai ialah Sukim Chandra. Ia seorang pria yang sudah berusia 55 thn. Ia mempunyai marga Tjen, jadi nama cina nya ialah tjen fan kong.
Sukim mengatakan bahwa pada rezim tersebut, masyarakat tionghoa seakan terabaikan dan menjadi kaum minoritas. Orang Tionghoa menjadi konotasi yang negative. Diskriminasi kental terasa pada saat itu. Contoh sederhananya adalah dalam hal pelayanan publik. Pembuatan KTP masih berstatus WNI keturunan, hal ini tentu saja menyusahkan dalam keseharian mereka. Hal yang paling terasa adalah ketika mencari pekerjaan. Etnis Tionghoa kerap dibelakangkan bahkan sama sekali tidak mendapat jatah dalam kursi PNS. Karena itu, masyarakat Cina cenderung membangun usaha sendiri dengan berdagang. Sifat ulet, hemat, dan teguh yang dimiliki etnis inilah yang menjadikan mereka berhasil seperti kebanyakan saat sekarang ini. Namun seiring berkembangnya era Reformasi sekarang ini, mereka tidak takut lagi menunjukkan jati dirinya. Masyarakat Indonesia secara keseluruhan juga mulai menerima dan menganggap bahwa etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia.

Kebudayaan-kebudayaan Tionghoapun perlahan mulai dikenal luas di Indonesia, seperti perayaan Imlek. Tahun Baru Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin. Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Pada tahun 2005 hal ini terjadi dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2033.



Imlek dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Pecinan di berbagai negara, dan merupakan hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, dan banyak bangsa Asia Timur. Di Indonesia, selama 1965-1998, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Sukim juga menjelaskan Hari besar bangsa Tionghoa lainnya, yang juga dikenal hangat di masyarakat adalah Cap Go Meh, melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar Tiongkok. Istilah ini berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama. Saat itu juga merupakan bulan penuh pertama dalam Tahun Baru tersebut. Perayaan ini dirayakan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Di Taiwan ia dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara ia dikenal sebagai hari Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang belum menikah berkumpul bersama dan melemparkan jeruk ke dalam laut - suatu adat yang berasal dari Penang, Malaysia. Dalam perayaan ini juga dimeriahkan dengan atraksi barongsai.

Kesenian cina mulai berkembang lagi misalnya barongsai. banyak juga dijual kesenian2 yang berbau cina apalagi kalau menjelang tahun baru cina. Seperti yang diungkapkan oleh Sukim “Kalau tahun baru, orang yang lebih muda mengunjungi orang/ sanak keluarga yang lebih tua. Biasanya berkumpul di rumah tertua. malam sebelum tahun baru ada makan-makan di rumah, dan pada hari nya bagi-bagi angpao berisi uang. Orang yang memberi adalah orang yang sudah menikah atau sudah bekerja. Hidangan yang biasanya disantap waktu malam tahun baru adalah babi panggang, haisom, mi goreng, dan ada juga yang vegetarian setengah hari , hanya makan kuah yang berisi sayuran.”
Ia juga menjelaskan pada tradisi awalnya, perayaan imlek diisi dengan bersembahayang di Klenteng, Klenteng sendiri merupakan rumah Peribadatan agama Konghuchu, yang merupakan agama asli Tiongkok. Tetapi, dewasa ini masyarakat Tionghoa di Indonesia sebagian besar telah berpindah agama ke Kristen, Khatolik, maupun Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia. Akan tetapi, Masyarakat Tionghoa Indonesia masih percaya akan kepercayaan mereka terhadap Dewi Kwan-in dan Konsep tiga alam.

Konsep tiga alam adalah inti dari kepercayaan tradisional Tionghoa. Leluhur orang Tionghoa percaya bahwa tiga alam ini mempunyai peranannya masing2 dalam menjaga keseimbangan alam semesta ini. Konsep tersebut meliputi, Alam Langit adalah menunjuk pada alam yang didiami dan menjadi tempat kegiatan para raja Langit. Selanjutnya adalah Alam Bumi adalah menunjuk pada bumi tempat kita berada, yang menjadi tempat tinggal dan tempat kegiatan dari seluruh makhluk hidup. Dan yang terakhir adalah Alam Baka adalah menunjuk pada alam di bawah bumi ataupun alam sesudah kematian, yaitu alam yang menjadi tempat domisili dan kegiatan dari roh dan hantu dari manusia setelah meninggal dunia. Seperti halnya suku bangsa lain di Indonesia yang masih kental dengan kepercayaan nene moyang, masyarakat Tionghoa juga tetap berpegang teguh terhadap kepercayaan mereka tersebut demi menselaraskan kehidupan mereka di Dunia.

Masyarakat Tionghoa di Indonesia sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, meskipun pada komunitasnya bahasa Mandarin ataupun Bahasa “Khek” kerap digunakan. Tetapi seiring perkembangan zaman, bahasa Mandarin mulai berkurang. Malahan tidak jarang generasi-generasi terakhir bahkan tidak bisa menggunakan bahasa Mandarin. Sukim55 mengatakan” Sehari-hari kita ketemu orang, lebih banyak pribumi, karena itu bahasa ‘Khek’ tidak begitu familiar, khususnya di generasi muda kami. Mereka harus banyak belajar kepada Orang tua”
Etos kebudayaan lain yang dikenal akrab adalah Feng-shui, feng- shui adalah ilmu topografi kuno Tiongkok yang mempercayai bagaimana manusia dan Surga (astronomi), dan Bumi (geografi), hidup dalam harmoni untuk membantu memperbaiki hidup dengan menerima Qi positif. Qi terdapat di alam sebagai energi yang tidak terlihat. Qi baik disebut juga nafas kosmik naga. jenis Qi ini dipercaya sebagai pembawa rejeki dan nasib baik. namun ada pula Qi buruk yang disebut Sha Qi pembawa nasib buruk. terdapat berbagai aliran feng Shui, di antaranya adalah Bintang terbang, hong sui ini meliputi berbagai aspek dalam kehidupan manusia, seperti tata ruang, meramal nasib, percintaan, karier, kesehatan, semua itu berhubungan dengan pencarian “Hoki” yang berarti keujuran. Tetapi Banyak juga yang tidak terlalu percaya dengan mitos- mitos seperti itu sekarang ini.seperti yang diakui oleh Sukim55” sekarang kepercayaan pada mitos sudah kian pudar, seiring semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, yang terpenting adalah hidup lurus, aman, dan jujur.”

Yang tidak kalah popular adalah teknik pengobatan china yang terkenal manjur. Pengobatan ini semakin berkembang di Indonesia, salah satu contohnya adalah Akupuntur. Akupuntur adalah teknik pengobatan yang menggunakan semacam jarum tipis yang akan ditusukan ke titik-tik saraf tubuh. Lalu pada titik ituakan dipanaskan, bias dengan pemanas biasa ataupun dengan gelombang elektromagnetik. Pada akupuntur tidak hanya pengobatan menggunakan jarum, tetapi juga dikombinasikan dengan ramuan-ramuan herbal yang diramu oleh seorang Tabib( mantridalam kebudayaan china).
Jika kita masih ingin menggali etos kebudayaan Tionghoa sungguh tak akan ada habisnya mengingat begitu banyak dan beragam kebudayaan Tionghoa itu sendiri. Hal-hal yang diungkapkan diatas merupakan sebagian kecil dari etos kebudayaan Tionghoa dewasa ini, khususnya di Indonesia. Tersebarnya keturunan Tionghoa di Indonesia akan mempengaruhi perkembangan kebudayaan yang mungkin akan terjadi seiring dengan akulturasi dengan adapt local yang tidak dapat dihindari. Sebagai kaum muda Indonesia, keberadaan Etnis Tionghoa haruslah disamakan Hak dan Kewajibannya, sebagai Bangsa Indonesia


Kesimpulan

Setelah melakukan wawancara dan observasi terhadap masyarakat Tionghoa, penulis menarik beberapa kesimpulan yang dapat digunakan sebagai bahan pembahasan, antara lain :
Kebudayaan masyarakat Tioghoa saat ini sudah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia, dikarenakan masyarakat Tionghoa merupakan bagian dari warga negara Indonesia. Beberapa kebiasaan dan perilaku mereka bahkan telah mengakar dalam diri masyarakat Indonesia, seperti mata pencharian berdagang, menggunakan tekhnik akupuntur untuk berobat, memberikan angpao (uang atau “salam tempel”) kepada yang belum menikah, serta banyak lainnya.

· Keberadaan mereka telah diakui dan diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Terlebih, semenjak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Pemerintah pun mulai menerima warga Negara yang berketurunan Tionghoa dalam parlemennya. Jadi dapat kita katakan bahwa saat ini masyarakat Tionghoa sudah tidak lagi mengalami diskriminasi.

Saran

Sementara itu, saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk dapat dijadikan bahan pemikiran ialah betapa indahnya Indonesia jika warga Negara yang terdiri dari beragam suku di dalamnya dapat hidup dengan tentram. Alangkah baiknya jika kita yang memiliki beragam kebudayaan dapat hidup berdampingan tanpa harus saling mempengaruhi serta menjelek-jelekkan satu sama lain.

Langkah yang tepat ialah mempelajari setiap budaya yang ada serta mengambil sisi positifnya. Kebiasaan-kebiasaan baik yang terdapat dalam kebudayaan Tionghoa dapat kita tiru guna menambah kebudayaan Indonesia. Selain itu, dengan mengetahui tentang seluk-beluk budaya Tionghoa tentunya akan menambah ilmu pengetahuan bagi setiap orang yang mempelajarinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar